Siang itu cuaca sangatlah terik, namun karena sebelumnya
hujah deras telah mengguyur kota
Purwokerto dan sekitarnya, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Gunung Tugel itupun
terlihat sangatlah becek, Mbah Karsem (52) bergegas ketika melihat truk sampah
yang memasuki area. Bermodalkan keranjang, dengan memakai topi dan sepatu Mbah
Karsem pun segera menghampiri dan berbaur dengan rekan-rekannya.
Tempat pembuangan akhir (TPA) Gunung Tugel Kelurahan
Kedungrandu kecamatan Patikraja ini memang tempat Karsem dan puluhan rekannya
biasa mengais rezeki. bau busuk menyengat bukanlah sebuah halangan dalam
menjalankan aktifitas sehari-hari.
Setiap hari sampah warga purwokerto mencapai 300 meter
kubik, dan setiap hari pula sampah-sampah tersebut di buang ke TPA Gunung Tugel.
TPA dengan luas 6,7 hektar ini ternyata telah menarik warga sekitar untuk
mencari peruntungan. Setiap harinya ada sekitar 60-70 pemulung yang seperti jasad renik
pengurai limbah terus memilah sampah plastik, kertas, dan benda-benda lain
untuk didaur ulang.
Hasil mulungnya biasa dijual sama agen-agen pengepul sampah
yang datang setiap seminggu sekali, pendapatannya pun berkisar Rp 80 ribu
sampai Rp 100 ribu perminggunya. "yang penting bisa buat makan" tuturnya.
Selama lebih dari 25 tahun TPA Gunung Tugel ini beroprasi
selama itu pula tempat sampah ini menjadi sandaran hidup banyak orang, seperti Mbah
Rasem (60) yang menghabiskan masa tuanya mengais sampah plastik dan kertas
untuk menyambung hidup, keterbatasan ekonomi anak sematawayangnya yang serba
pas-pasan, menjadikannya harus menjalani hidup sebagai seorang pemulung tanpa
menghiraukan kondisi fisiknya yang sudah rapuh. "meski penghasilannya tidak
seberapa, yang penting tidak merepotkan anak", Ucapnya memelas.
Sementara Karyo (30) mengatakan bahwa sejak dijadikannya
Tempat Pembuangan Akhir, tempat ini menjadi ladang untuk mengais rezeki warga
sekitar. Karyo sendiri sudah 15 tahun menjalani profesi sebagai seorang
pemulung dengan penghasilan rata-rata Rp 15 ribu - Rp 20 ribu perharinya.
Menurutnya, kalau lagi musim kemarau pemulung yang mengais sampah bisa mencapai
150 orang lebih, tapi jika musim penghujan seperti saat ini, paling berkisar
sekitar 60-70 orang saja. "jika musim kemarau pemulung lebih mudah mengais
plastik dan kertas, makanya semua pasti akan berkumpul disini", Jelasnya.
Tempat Pembuangan Akhir Gunung Tugel adalah salah satu
potret kehidupan masyarakat yang mempertaruhkan hidup ditengah ancaman berbagai
sumber penyakit yang terkandung didalam tumpukan sampah, perhatian pemerintah
kususnya PEMKAB jelas sangat diperlukan, tidak hanya meningkatkan
kesejahteraan, tapi juga bantuan kesehatan untuk para pengais sampah tersebut.
//ipung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar